Sebuah Kisah, terinspirasi dari lagu Yoru ni Kakeru oleh Yoasobi
Jika kau bertanya apakah aku masih mengingat saat itu, jelas aku tidak akan melupakannya. Malah aku ingin balik bertanya, apa kau ingat semuanya? Saat dimana kita berdua berlibur bersama, ke villa keluargamu dekat tanjung itu. Saat kau bercerita kau sembunyi- sembunyi mengambil kunci villa di rumah ayahmu, hanya untuk merayakan hari jadi kita yang kelima. Aku bahkan masih ingat juga sinar matahari violet yang menembus sela- sela jendela, juga suara ombak yang kita nikmati bersama bersama secangkir kopi setiap pagi. Itu adalah 3 hari yang paling berharga begiku.
Aku juga tidak tahu kau mengingatnya atau tidak, saat di malam terakhir liburan kita itu, saat kau mengeluh tentang apa yang akan terjadi saat kita kembali. Saat itu, aku menasehatimu, memintamu bersyukur karena kau punya segalanya. Namun kau marah padaku, kau berkata aku tidak dapat memahamimu. Memang benar, aku bukan kau, dan aku tak akan pernah menjadi engkau. Saat kau berteriak kepadaku bahwa sifatku ini adalah yang paling kau benci, sebenarnya aku juga ingin mengatakan hal serupa. Ketahuilah saat- saat seperti itu, aku menahan amarahku karenamu, dimana aku selalu berharap suatu saat kita akan saling memahami.
Lalu saat kau membandingkanku dengan dia, orang yang pernah kau cintai. Yang menurutmu selalu setuju apapun yang kau lakukan, itu hal yang kubenci. Menurutku, dia tidak peduli denganmu karena kau selalu memberikan segalanya untuknya. Itulah sebabnya juga dia pergi meninggalkanmu untuk pria yang lebih kaya darimu. Namun aku tahu, kau tidak peduli itu, dan mengatakan semua ini semua hanya untuk mencari kesalahanku.
Kau menghalau tanganku yang ingin memelukmu, aku tahu kebiasaanmu dan aku hanya bisa memandangimu. Saat itu jam dinding tua terus berbunyi, bunyi yang memecah keheningan antara kita berdua. Aku terus memandangimu yang hanya tertunduk diam. Mata yang kau tampakkan juga sama seperti sekarang. Tatapan yang sama dengan saat pertama kali kita bertemu, dimana engkau bercerita kepadaku, seorang wanita yang kebetulan lewat, tentang kau yang baru saja ditinggalkan oleh dia setelah 2 bulan bersama. Mungkin aku perlu mengulanginya, sejak hari pertama kita bertemu, kau sudah mengambil hatiku.
Sejenak kau menghela nafas, aku tak tahu apa yang tiba- tiba merasukimu.
“Mari kita akhiri ini semua bersama” katamu dengan ragu, namun matamu menampakkan niat.
Aku tidak tahu, apa kau sudah gila saat mengajakku melompat dari bukit ini bersama. Aku harap kau berubah pikiran saat itu, namun segala kalimat dipikiranku gagal meraihmu. Sampai saat kau yakin untuk mengakhiri semuanya sambil akhirnya tersenyum. Sekarang, kau pasti berpikir saat itu kau sangat bodoh bukan?
Meski mata indahmu mempengaruhi diriku, namun akal sehatku membuatku masih sadar. Aku berlari dari villa itu menjauhimu. Ya, malam itu untuk pertama kalinya aku pergi meninggalkanmu. Sesekali aku menengok kebelakang, kau tidak mengejarku. Aku masih tidak tahu apa yang kau pikirkan saat itu sampai sekarang. Namun aku melihatmu semakin mendekat ke ujung, sampai kau sudah berada di ujung bukit itu. Aku hanya bisa berlari kembali kearahmu sambil berteriak. Aku berterimakasih karena kali ini kau mendengarku dan berhenti melangkah. Saat itu aku mendekatimu sampai sanggup memelukmu, sepenuh hati aku mencoba menghentikanmu. Aku merasakan detak jantungmu, aku tahu kau sebenarnya ragu dan takut melakukan semua ini. Dan akhirnya kita memutuskan untuk kembali.
Jika kau masih ingat semua itu, mungkin kau juga tidak lupa apa yang terjadi selanjutnya. Tanah yang kau pijak tiba- tiba runtuh. Beruntung aku masih dapat menggenggam tanganmu. Aku memang wanita biasa sehingga kau sadar aku tidak akan bertahan lama. Kau hanya mengatakan selamat tinggal, dan aku paham apa yang ingin kau lakukan. Angin malam yang dingin berusaha menggoyahkanku, namun aku tetap berusaha menggenggam tanganmu sekuatnya. Saat itu aku berharap aku kuat menahan ini sampai pagi. Namun akhirnya pijakanku juga runtuh. Beberapa saat semua mengalir dipikiranku, ingatan sejak aku bisa berjalan sampai saat- saat yang kita lalui bersama. Setelahnya, aku merasa tenggelam amat dalam, dan perlahan seperti membeku. Tidak ada yang kusesali sampai sekarang, setidaknya kita bisa mengakiri semua ini bersama.