“Cepat katakan, siapa yang mematikan lampunya?” teriak seorang kakek tua berjenggot putih lebat dari kamarnya.
“Apa kalian tidak ada yang berpikir, karena ulah iseng kalian bisa mencelakakan orang tua sepertiku?” lanjutnya.
Meski dia berteriak seperti itu, sayangnya tidak ada anak, menantu, bahkan cucu yang menggubrisnya. Pikirnya, mereka masih asyik dengan kesibukannya masing- masing.
“Dasar anak cucu jaman sekarang, pada tidak sayang sama orang tua”. Pikirnya, paling anak- anaknya hanya duduk- duduk saja menonton TV bermalasan tanpa bekerja, bersama menantunya. Dia yakin, bahkan cucunya sekarang asyik bermain diluar tanpa memperdulikannya. Tapi tidak bisa dipungkiri, semakin tua seseorang, mereka kembali bersikap seperti anak- anak, dan selalu mempermasalahkan hal yang sepele.
Setelah teriak dengan sekuat tenaga, tanpa ada tanggapan yang dihiraukan, tangan kakek itu meraih meja yang berada tepat di samping tempat tidurnya. Dia meraba kacamata dan peci putih kesayangannya. Setelah itu, dengan usaha yang terasa berat, akhirnya beliau berusaha bangkit dari tempat tidurnya. Bagi siapa pun yang melihatnya, tak seorang pun akan menduga bahwa di masa mudanya dia pernah menjadi seorang tentara yang gagah berani. Meskipun tubuhnya telah digerus oleh waktu, semangatnya tetap berkobar dalam suara yang menggelegar saat berteriak. Kini, yang tersisa hanyalah seorang kakek tua dengan jenggot putih yang tak terawat, yang suka mengomel sendiri dan seringkali lupa. Mungkin dia bahkan tak ingat bahwa dia telah mengabdikan seluruh hidupnya, bahkan menolak untuk menikah, demi negara yang kini tampak melupakannya. Mungkin itulah sebabnya dia tampak begitu tak terurus. Namun, jika ada yang melihatnya sekarang, tak seorang pun akan bisa menyimpulkan bahwa di masa lalu, dia dengan gagah berani melangkah melintasi ladang ranjau demi menyelamatkan rekannya, meski harus mengorbankan kedua matanya.