Pagi itu tampak biasa saja, tidak ada yang berbeda, tidak ada yang aneh. Seorang wanita muda tampak mengendarai sepedanya menyusuri jalan setapak, tampak semangatnya mengalahkan matahari yang bahkan belum menampakkan dirinya. Hanya senyum dan tawa siswa- siswinya yang ia pikirkan, selagi terus mengayuh sepeda tuanya sejauh beberapa kilometer. Setelah beberapa jam perjalanan sampailah Ia tepat sebelum murid- muridnya masuk, berdirilah ia didepan pintu kelas sambil anak- anak datang satu persatu untuk menyalaminya. Hari itu adalah hari yang seperti biasanya, anak- anak belajar sehingga mereka bisa membaca dan menulis dengan benar, ayah ibu mereka kadang melihat dari depan kelas yang berlubang, sekadar untuk memastikan, anak mereka menjadi anak pintar yang tidak mudah dibohongi orang seperti mereka.
Pada jam istirahat wanita muda tadi berkumpul dengan para rekan kerjanya di ruang rapat, wajah mereka semua tidak tampak senang, termasuk wanita muda yang tadinya bersemangat, juga agak termenung dengan agenda rapat yang akan dibahas. Sekolah yang mereka jaga selama bertahun- tahun harus mulai dikosongkan semester depan, karena dana mereka tidak ada untuk semester depan.
“Pak, saya telah menabung dari gaji saya perbulan, saya ikhlas Pak, anak- anak itu punya masa depan yang sangat berharga” sahut wanita muda itu menolak dengan tegas pernyataan atasannya.
“Bu, kita semua tahu gaji kita semua dikumpulkan sekalipun, tidak mungkin cukup bahkan hanya untuk 1 semester Bu”. Wanita itu tampak tidak dapat melawan perkataan atasannya, beliau benar, dan tidak ada yang dapat dilakukan, surat yang kabarnya ditulis oleh bupatinya untuk pemerintah, belum membawa hasil yang nampak.
Disaat yang sama, masih pada jam istirahat itu, beberapa anak berkumpul. Nampak mereka membicarakan apa yang telah mereka lihat di televisi kampung mereka, tentang kumpulan orang- orang yang mengerjai pengemis, berkata kasar, dan pamer kekayaan yang nampaknya yang menjadi tontonan asyik bagi mereka.
“keren ya mereka, duit banyak, ingin apa tinggal beli. guru- guru kita yang pintar- pintar tidak ada tuh yang punya mobil, rumah juga tidak punya kolam renang” Kata anak- anak tersebut dengan saling tertawa dan riang gembira, sebuah cerita yang biasa.