A Girl with Purple Veil, with devil watching over her

Gadis Bercadar Ungu

Hari ini aku melihatnya lagi, di ujung jalan saat matahari mulai memancarkan sinarnya lewat puing- puing sisa bangunan yang mulai diabaikan. Aku hanya bisa mengaguminya dari jauh, bahkan tidak bisa menyentuhnya. Bukannya aku takut, atau malas berkenalan dengannya, aku memang tidak bisa. Aku memang belum mengenal dia, bahkan aku tidak tahu namanya. Aneh memang jika kalian mendengar ini, tapi aku juga tidak pernah melihat wajahnya. Yang aku tahu dia tinggal disana, di ujung jalan dekat puing sisa bangunan yang telah hancur karena perang. Tiap pagi, biasanya pada jam yang sama, dia keluar dengan pakaiannya yang cukup mencolok, yang membuatku selalu menyebutnya gadis bercadar ungu.

Aku memang baru sebentar melihatnya, sejak beberapa hari lalu saat aku dipindahkan ke kota ini dengan pekerjaan baruku. Mungkin bisa dibilang gadis itu adalah salah satu orang pertama yang kulihat di kota ini. Tapi, meski aku tertarik padanya, namun sekali lagi aku tidak bisa menemuinya semauku. Aku hanya dapat melihatnya dari sini, dari tempatku bekerja dan berjaga. Teman- temanku tidak terlalu memperhatikan dia, dan itu sedikit membuatku lega. Kalian pasti juga cukup senang jika rencana kalian mulus tanpa saingan, bukan? Yang pasti, meski hanya bisa melihatnya dari jauh, memandang matanya tiap pagi dari cadarnya sudah membuat hariku bersemangat.

Aku memang orang yang tidak bisa menyembunyikan isi pikiranku, mungkin karena itu beberapa temanku terus meledekku setiap aku melihat ke gadis itu, atau saat pagi dimana gadis itu tidak keluar dari rumahnya.
“Dimana dia? biasanya aku sudah melihat cadar ungu itu di jam segini” ledek salah satu temanku. Meski begitu, sama denganku mereka juga tidak bisa seenaknya mendekati gadis bercadar ungu itu.
Kadang juga aku sering mendengar beberapa warga membicarakan tentang gadis bercadar ungu itu.
“Kudengar dia sudah menikah, tapi suaminya sama sekali tidak sempat menyentuhnya dan berangkat perang” ucap seorang Ibu yang terlihat paling tambun diantara teman- temannya, melihat wajahnya seperti membuatku ingin marah, kenapa harus tiap hari membicarakan gadis itu.
“Kalau yang kudengar dia ditinggal calon suaminya sebelum sempat dikawini” ucap ibu yang lain dengan muka yang antusias menanggapi ibu tambun tadi.
“Pantes saja ya dia seperti berkabung setiap hari, malang juga nasibnya Ibu ibu” ucap ibu yang lain seakan mengasihani, tapi raut mukanya seperti ingin memancing tanggapan ibu yang lain.
“Tapi tiap pagi begini dia kemana ya? anehnya dia sering pergi jam segini tapi tidak bawa apa- apa lho Bu” ucap ibu yang lain.
Lalu tiba- tiba seorang pria yang nampaknya dituakan dengan pakaian serba putih, dan jenggotnya yang juga putih datang ke kerumunan ibu- ibu itu. Nampaknya beliau cukup terganggu dengan kumpulan ibu- ibu yang cukup berisik itu, dan menasehati mereka supaya tidak membicarakan orang lain dibelakang, merekapun kembali ke rumah masing- masing dengan tertib.

Share jika Anda tertarik:

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *