Kesedihan memang buruk, jika mendengarnya kujamin hanya hal buruk yang kalian pikirkan. Mungkin akan aku ceritakan sesuatu tentang kesedihan yang mungkin dapat mengubah pikiran kalian. Ada suatu kisah di jaman dahulu, di suatu waktu yang tidak dapat kusebutkan kapan. Saat itu yang ada hanya rasa senang, semuanya damai, belum ada yang disebut masalah dan nampaknya belum ada kesedihan.
Di suatu desa yang masih sederhana karena teknologi belum secanggih sekarang, hiduplah sebuah keluarga kecil, yang hanya terdiri dari seorang pemuda, istrinya, dan anak perempuannya. Mereka belum mengenal teknologi seperti yang ada sekarang, namun mereka hidup dalam rasa senang, karena hanya itulah yang ada disana. Entah apa yang terjadi pada suatu hari, pemuda itu merasa sesuatu yang ia sebut bosan. Apa yang dilakukan setiap harinya terasa sama dan merasa sesuatu yang kurang, namun dia tidak mengetahui apa hal tersebut. Dia sudah punya cadangan makanan berlimpah, dan banyak ternak karna kerja kerasnya, anak perempuannya pun tumbuh menjadi gadis yang cerdas.
Untuk mengetahui apa yang terasa hilang dalam hatinya, ia terpikir untuk mencarinya dengan mengembara. Maka pergilah pemuda itu untuk berpetualang, dia berpamitan dengan anak dan istrinya. Meski berat meninggalkan mereka, tapi dia ingin mencari sesuatu itu, dan berjanji tak akan pergi lama. Meski dia sendiri tak tahu apa yang kurang itu. Beberapa waktu dia mencari ke berbagai tempat yang dia kenal, juga beberapa tempat yang belum dia ketahui sebelumnya. Meski belajar banyak hal, tapi belum dia temukan sesuatu yang hilang itu baginya. Setelah dia bosan mencari, maka akhirnya pulanglah dia ke desa asalnya.
Belum sampai dia di desanya, dia melihat rumah- rumah sudah dibakar dan beberapa bahkan rata dengan tanah, bergegaslah dia mencari anak dan istrinya namun sayangnya semua telah terlambat. Dari apa yang ia dengar, desa seberang baru saja mengenal ketamakan, dan nafsu sehingga mereka menyerang desanya untuk menjarah semua yang dimilikinya. Beberapa pria berhasil melarikan diri, meski mereka mengabaikan istri dan anak perempuan mereka yang disiksa untuk kesenangan sesaat para penjajah. Mendengar itu semua, pemuda tadi tiba- tiba merasakan sesuatu, yang belum pernah dia rasakan sebelumnya, dan menyebutnya kesedihan. Maka setelah itu dia meninggalkan desa lagi, untuk mengasingkan diri ke hutan karena merasa menginginkannya.
Dalam masa pengasingannya di hutan, dia merasakan sesuatu yang tak pernah dia alami selama ini, kesendirian, dan kehampaan. Namun hal itu bukan yang ia cari, atau ia butuhkan. Suatu hari, ketika saatnya matahari tenggelam, dan dia sedang
mencari makan, pemuda itu bertemu dengan seorang wanita tua, beserta dengan kudanya yang terluka. Wanita tua itu, meminta sedikit makanan pada pemuda itu, dan pemuda itu mengajaknya ke tempat tinggalnya untuk makan bersama dan memasak makanan itu. Mereka makan, sambil berbicara tentang hidup mereka, wanita tua itu sangat iba mendengar kisah yang pemuda itu sampaikan.
“Aku tidak yakin tentang apa yang kau cari, tapi mungkin aku bisa membantumu” kata wanita tua itu sambil mencoba mencari sesuatu dari tasnya.
“Apakah itu? Aku sudah merasakan banyak hal yang tidak pernah kurasakan sebelumnya, meski begitu semuanya bukan yang kucari” kata pemuda itu.
Setelah beberapa saat mencari, wanita tua itu menemukan barang yang dia maksud, bentuknya nampak seperti sebuah batu dengan sesuatu berwarna putih menjuntai darinya.
“Bakar benda ini di bagian putih ini dan lemparkan ke desa pembunuh keluargamu, lalu mungkin kau akan menemukan yang kau cari”.
Mendengarnya pemuda itu menjadi sangat tertarik, dan tidak sabar untuk langsung mencobanya meski tidak terlalu percaya dengan kata wanita tua itu. Maka pemuda berpamitan untuk langsung menuju desa penjajahnya untuk mencoba melakukan yang dikatakan padanya. Baru saja beberapa langkah, pemuda itu mencoba menengok kebelakang, namun wanita tua dan kudanya sudah hilang dari pandangannya, tanpa berpikir apapun dia akhirnya tetap melanjutkan perjalanannya.
Akhirnya pemuda itu sampai dekat desa penjajahnya, dan melakukan sesuai yang wanita tua tadi katakan. Dia lempar sekencangnya ke tengah desa penjajah dan tiba- tiba suara yang keras sekali muncul sehingga dia refleks menutup kedua telinganya, disusul dengan kobaran api yang membakar habis desa itu dalam sekejap. Melihat itu semua, pemuda itu sekarang berdiri sambil tertawa lebar. Setelah kesedihan mendalam yang dia rasakan, pembalasan dendam yang dia lakukan mendatangkan kesenangan yang lebih besar dibanding saat dia merasakan rasa senang terus menerus.
Pemuda itu dengan girang berteriak “Terimakasih, Aku akhirnya menemukan apa yang kucari, rasa dimana senang datang setelah kesedihan, aku sebut ini kebahagiaan” .
Percayalah kata- kataku, rasa senang akan terasa lebih berarti setelah kalian merasakan kesedihan.